Follow us on:

Pages

propagasi gelombang radio

PROPAGASIGELOMBANG RADIO
POKOK BAHASAN:
ü Pendahuluan
ü Dasar-dasar Propagasi
ü Gelombang Tanah
ü Gelombang Ionosfir
ü Troposcatter
ü Gelombang line of sight (LOS)
ü Dasar perancangan Link Radio LOS
ü Perancanaan dan Perencanaan Link R adio LOS
TUJUAN BELAJAR:
Setelah mempelajari materi dalam bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
ü Menjelaskan definisi gelombang radio, propagasi gelombang radio dan sifatsifat
gelombang radio.
ü Menjelaskan mekanisme propagasi yang meliputi: gelombang tanah, gelombang
Ionosfir, troposcatter, dan gelombang line of sight (LOS).
ü Menjelaskan dasar perancangan link radio LOS, yang meliputi: efek terrain,
daerah Fresnel, peta topografi, faktor K, dan mencari ketinggian antena.
ü Merancang dan merencanakan link radio LOS secara mendasar dan
memprediksi kenerja sistem.
6.1 PENGERTIAN PROPAGASI
Seperti kita ketahui, bahwa dalam pentransmisian sinyal informasi dari satu
tempat ke tempat lain dapat dilakukan melalui beberapa media, baik media fisik , yang
berupa kabel/kawat (wire) maupun media non-fisik (bukan kabel/kawat), yang lebih
dikenal dengan wireless, seperti halnya udara bebas.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 87
Dengan beberapa pertimbangan teknis dan terutama ekonomis, untuk
komunikasi pentransmisian gelombang dalam jarak yang jauh, akan lebih efisien apabila
menggunakan udara bebas sebagai media transmisinya. Hal ini memungkinkan karena
gelombang radio atau RF (radio frequency) akan diradiasikan oleh antena sebagai
matching device antara sistem pemancar dan udara bebas dalam bentuk radiasi
gelombang elektromagnetik. Gelombang ini merambat atau berpropagasi melalui udara
dari antena pemancar ke antena penerima yang jaraknya bisa mencapai beberapa
kilometer, bahkan ratusan sampai ribuan kilometer.
Pada bab ini akan dikhususkan membahas tentang beberapa mekanisme
gelombang elektromagnetik berpropagasi antara dua tempat. Pada Gambar 6-1
diperlihatkan beberapa jenis lintasan propagasi yang merupakan mekanisme perambatan
gelombang radio di udara bebas.
Gambar 6-1: Mekanisme propagasi gelombang radio
6.2 PROPAGASI GELOMBANG TANAH (GROUND WAVE)
Gelombang tanah (ground wave) adalah gelombang radio yang berpropagasi di
sepanjang permukaan bumi/tanah. Gelombang ini sering disebut dengan gelombang
permukaan (surface wave). Untuk berkomunikasi dengan menggunakan media
gelombang tanah, maka gelombang harus terpolarisasi secara vertikal, karena bumi akan
menghubung-singkatkan medan listriknya bila berpolarisasi horisontal.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 88
Perubahan kadar air mempunyai pengaruh yang besar terhadap gelombang
tanah. Redaman gelombang tanah berbanding lurus terhadap impedansi permukaan
tanah. Impedansi ini merupakan fungsi dari konduktivitas dan frekuensi. Jika bumi
mempunyai konduktivitas yang tinggi, maka redaman (penyerapan energi gelombang)
akan berkurang. Dengan demikian, propagasi gelombang tanah di atas air, terutama air
garam (air laut) jauh lebih baik dari pada di tanah kering (berkonduktivitas rendah),
seperti padang pasir. Rugi-rugi (redaman) tanah akan meningkat dengan cepat dengan
semakin besarnya frekuensi. Karena alasan tersebut, gelombang tanah sangat tidak
efektif pada frekuensi di atas 2 MHz.
Namun demikian, gelombang tanah sangat handal bagi hubungan komunikasi.
Penerimaan gelombang tidak terpengaruh oleh perubahan harian maupun musiman,
sebagaimana yang terjadi pada gelombang langit (gelombang ionosfir). Propagasi
gelombang tanah merupakan satu-satunya cara untuk berkomunikasi di dalam lautan.
Untuk memperkecil redaman laut, maka digunakan frekuensi yang sangat
rendah, yaitu band ELF (Extremely Low Frequency), yaitu antara 30 hingga 300 Hz.
Dalam pemakaian tertentu dengan frekuensi 100 Hz, redamannya hanya sekitar 0,3 dB
per meter. Redaman ini akan meningkat drastis bila frekuensinya makin tinggi, misalnya
pada 1 GHz redamannya menjadi 1000 dB per meter.
6.3 PROPAGASI GELOMBANG IONOSFIR
Pada frekuensi tinggi atau daerah HF, yang mempunyai range frekuensi 3 – 30
MHz, gelombang dapat dipropagasikan menempuh jarak yang jauh akibat dari
pembiasan dan pemantulan lintasan pada lapisan ionospher. Gelombang yang
berpropagasi melalui lapisan ionosfir ini disebut sebagai gelombang ionosfir
(ionospheric wave) atau juga disebut gelombang langit (sky wave).
Gelombang ionosfir terpancar dari antena pemancar dengan suatu arah yang
menghasilkan sudut tertentu dengan acuhan permukaan bumi. Dalam perjalanannya,
bisa melalui beberapa kali pantulan lapisan ionosfir dan permukaan bumi, sehingga
jangkauannya bisa mencapai antar pulau, bahkan antar benua.
Aksi pembiasan pada lapisan ionosfir dan permukaan bumi tersebut disebut
dengan skipping . Ilustrasi dari efek skipping ini, dapat dilihat pada Gambar 6-3.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 89
Gelombang radio yang dipancarkan dari pemancar melalui antena menuju ionofir, dan
dibiaskan/dipantulkan kembali pada titik B ke permukaan bumi pada titik C. Kemudian
oleh permukaan tanah dipantulkan kembali ke ionosfir dan sekali lagi dibiaskan ke bumi
kembali pada titik D menuju penerima di titik E pada permukaan bumi.
Untuk memahami proses pembiasan lebih lanjut pada atmofir bumi, maka
susunan kita harus mengetahui proses kimiawi la pisan atmosfir dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Gambar 6-3: Ilustrasi efek skipping gelombang ionosfir
Lapisan atmofir bumi terdiri dari 3 (tiga) lapisan, yaitum : lapisan troposfir
(troposphere), stratosfir (stratosphere) dan ionosfir (ionosphere). Troposfir terletak di
permukaan bumi hingga mencapai ketinggian kira-kira 6,5 mil. Lapisan berikutnya
(stratosfir) berada mulai dari batas troposfir sampai ketinggian sekitar 25 mil. Dari batas
stratofir hingga ketinggian 250 mil adalah lapisan ionosfir. Di atas ionofir adalah ruang
angkasa.
Lapisan troposfir adalah lapisan terendah dari bumi, dan di dalamnya berisi zatzat
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup. Lapisan ini dapat dilalui gelombang
yang berfrekuensi tinggi menuju lapisan berikutnya. Karena itu, tidak akan terjadi
inversi temperatur atau juga tidak bisa menyebabkan pembiasan yang berarti. Lapisan
stratosfir dengan temperaturnya yang konstan tersebut disebut juga daerah isothermal.
Ionosfir adalah nama yang benar-benar sesuai, karena lapisan ini tersusun dari
partikel-partikel yang terionisasi. Lintasan ini tidak terkontrol dan bervariasi terhadap
waktu, musim dan aktivitas matahari. Kerapatan pada bagian yang paling atas adalah
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 90
sangat rendah dan semakin ke bawah, makin tinggi kerapatannya. Bagian yang lebih
atas mengalami radiasi matahari yang relatif lebih kuat. Radiasi ultraviolet dari
matahari menyebabkan udara yang terionisasi menjadi ion-ion positip, dan ion-ion
negatip. Sekalipun kerapatan molekul udara di bagian atas ionosfir kecil, namun
partikel-partikel udara di ruang angkasa mempunyai energi yang sedemikian tinggi pada
daerah tersebut. Sehingga menyebabkan ionisasi dari molekul-molekul udara bisa
bertahan lama. Ionisasi ini meluas ke bagian bawah di seluruh lapisan ionosfir dengan
intensitas yang lebih rendah. Karena itu, derajat paling tinggi terjadi proses ionisasi
adalah bagian paling atas dari ionosfir, sedangkan derajat ionisasi terendah terjadi pada
bagian paling bawah.
Lapisan ionospher terdiri dari beberapa/bermacam-macam lapisan yang
terionisasi kira-kira ketinggian 40 – 400 km (25 mil – 250 mil) diatas permukaan bumi.
Ionisasi ini disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet dari matahari yang mana lebih
terasa pada siang hari dibandingkan pada malam hari.
6.3.1 Lapisan-lapisan Ionosfir
Ionosfir tersusun dari 3 (tiga) lapisan, mulai dari yang terbawah yang disebut
dengan lapisan D, E dan F. Sedangkan lapisan F dibagi menjadi dua, yaitu lapisan F1
dan F2 (yang lebih atas), seperti Gambar 6-4. Ada atau tidaknya lapisan-lapisan ini
dalam atmosfir dan ketinggiannya di atas permukaan bumi, berubah-ubah sesuai dengan
posisi matahari. Pada siang hari (tengah hari), radiasi dari matahari adalah terbesar,
sedangkan di malam hari adalah minimum. Saat radiasi matahari tidak ada, banyak ionion
yang bergabung kembali menjadi molekul-molekul. Keadaan ini menetukan posisi
dan banyaknya lapisan dalam ionosfir. Karena posisi matahari berubah-ubah terhadap
titik-titik tertentu di bumi, dimana perubahan itu bisa harian, bulanan, dan tahunan,
maka karakteristik yang pasti dari lapisan-lapisan tersebut sulit untuk ditentukan/
dipastikan.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 91
Gambar 6-4: Lapiran-lapisan ionosfir yang berpengaruh untuk propagasi
Untuk lebih jelasnya tentang fenomena masing-masing lapisan pada ionosfir
diberikan berikut ini.
§ Lapisan D terletak sekitar 40 km – 90 km. Ionisasi di lapisan D sangat rendah,
karena lapisan ini adalah daerah yang paling jauh dari matahari. Lapisan ini
mampu membiaskan gelombang-gelombang yang berfrekuensi rendah.
Frekuensi-frekuensi yang tinggi, terus dilewatkan tetapi mengalami redaman.
Setelah matahari terbenam, lapisan ini segera menghilang karena ionionnyamdengan
cepat bergabung kembali menjadi molekul-molekul.
§ Lapisan E terletak sekitar 90 km – 150 km. Lapisan ini, dikenal juga dengan
lapisan Kenelly – Heaviside, karena orang-orang inilah yang pertama kali
menyebutkan keberadaan lapisan E ini. Setelah matahari terbenam, pada lapisan
ini juga terjadi penggabungan ion-ion menjadi molekul-molekul, tetapi
kecepatan pe nggabungannya lebih rendah dibandingkan dengan lapisan D, dan
baru bergabung seluruhnya pada tengah malam. Lapisan ini mampu membiaskan
gelombang dengan frekuensi lebih tinggi dari gelombang yang bisa dibiaskan
lapisan D. Dalam praktek, lapisan E mampu membiaskan gelombang hingga
frekuensi 20 MHz.
§ Lapisan F terdapat pada ketinggian sekitar 150 km – 400 km. Selama siang hari,
lapisan F terpecah menjadi dua, yaitu lapisan F1 dan F2. Level ionisasi pada
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 92
lapisan ini sedemikian tinggi dan berubah dengan cepat se iring dengan
pergantian siang dan malam. Pada siang hari, bagian atmosfir yang paling dekat
dengan matahari mengalami ionisasi yang paling hebat. Karena atmosfir di
daerah ini sangat renggang, maka penggabungan kembali ion-ion menjadi
molekul terjadi sanga t lambat (setelah terbenam matahari). Karena itu, lapisan
ini terionisasi relatif konstan setiap saat. Lapisan F bermanfaat sekali untuk
transmisi jarak jauh pada frekuensi tinggi dan mampu membiaskan gelombang
pada frekuensi hingga 30 MHz.
Sebagai tambaha n, pada lapisan-lapisan ionosfir yang ditunjukkan di atas, ada
juga variasi-variasi lain yang tidak menentu yang terjadi akibat dari partikel-partikel
radiasi dari matahari, sehingga mengakibatkan kacau atau rusaknya propagasi
gelombang radio. Jenis badai ini dapat berlangsugn beberapa hari, tetapi komunikasi
masih dapat dipertahankan dengan menurunkan frekuensi kerjanya.
Radiasi yang berlebihan dari matahari, juga dapat mengakibatkan ionisasi yang
berat sekali pada daerah/lapisan bawah yang dapat menyebab-kan komunikasi black out
sama sekali untuk gelombang dengan frekuensi di atas 1 MHz.
6.3.2 Frekuensi Kritis
Jika frekuensi gelombang radio yang dipancarkan secara vertikal perlahan-lahan
dipertinggi, maka akan dicapai titik dimana gelombang tidak akan bisa dibiaskan untuk
kembali ke bumi. Gelombang ini tentu akan ke atas menuju lapisan berikutnya, dimana
proses pembiasan berlanjut. Bila frekuensi-nya cukup tinggi, gelombang tersebut akan
dapat menembus semua lapisan ionosfir dan terus menuju ruang angkasa. Frekuensi
tertinggi dimana gelombang masih bisa dipantulkan ke bumi bila ditransmisikan secara
vertikal pada kondisi atmosfir yang ada disebut dengan frekuensi kritis.
Sebagai ilustrasi tentang frekuensi kritis gelombang untuk frekuensi 25 MHz,
ditunjukkan pada Gambar 6-5. Gelombang ditembakkan secara vertikal oleh transmitter
(pemancar dan sekaligus penerima), dengan frekuensi yang bervariasi, mulai 24 MHz
sampai 26 MHz. Untuk frekuensi kerja 25 MHz ke bawah, gelombang yang
dipancarkan ke atas, dapat diterima kembali di bumi. Tetapi untuk gelombang yang
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 93
dipancarkan dengan frekeunsi 26 MHz ke atas, gelombang di tidak dapat diterima oleh
transmitter di bumi.
Gambar 6-5: Ilustrasi frekuensi kritis dalam propagasi gelombang
6.3.3 Sudut Kritis
Secara umum, gelombang dengan frekuensi lebih rendah akan mudah dibiaskan,
sebaliknya gelombang dengan frekuensi lebih tinggi lebih sulit dibiaskan oleh ionosfir.
Gambar 6-5 menggambarkan hal yang demikian, dimana sudut pancaran memegang
peranan penting dalam menentukan apakah suatu gelombang dengan frekuensi tertentu
akan dikembalikan ke bumi oleh ionosfir atau tidak. Di atas frekuensi tertentu,
gelombang yang dipancarkan secara vertikal merambat terus menuju ruang angkasa.
Namun demikian, bila sudut radiasi (angle of radiation)-nya lebih rendah, maka
sebagian dari gelombang berfrekuensi tinggi di bawah frekuensi kritis akan
dikembalikan ke bumi.
Sudut terbesar dimana suatu gelombang dengan frekuensi yang masih bisa
dikembalikan (dibiaskan ke bumi) disebut dengan sudut kritis bagi frekuensi tersebut.
Sudut kritis adalah sudut yang dibentuk oleh lintasan gelombang yang menuju
dan masuk ionosfir dengan garis yang ditarik dari garis vertikal titik pemancar di bumi
ke pusat bumi. Gambar 6-6 menunjukkan sudut kritis untuk 20 MHz. Semua gelombang
yang mempunyai frekuensi di atas 20 MHz (misalnya 21 MHz) tidak dibiaskan kembali
ke bumi, tetapi terus menembus ionosfir menuju ruang angkasa.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 94
Gambar 6-6: Ilustrasi sudut kritis dalam propagasi gelombang
6.3.4 Maximum Usable Frequency ( M U F )
Ada frekuensi terbaik untuk bisa berkomunikasi secara optimum antara dua titik,
pada setiap kondisi ionosfir yang bagaimanapun. Seperti yang bisa dilihat dalam
Gambar 6-7, jarak antara antena pemancar dan titik dimana gelombang tersebut kembali
ke bumi tergantung pada sudut propagasinya, yang mana sudut tersebut dibatasi oleh
frekuensinya.
Gambar 6-7: Peta Maximum Usable Frequency (MUF)
Frekuensi tertinggi, dimana gelombang masih bisa dikembalikan ke bumi
dengan jarak tertentu disebut dengan “ Maximum Usable Frequency (MUF) “.
Parameter ini mempunyai nilai rata-rata bulanan tertentu. Frekuensi kerja optimum
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 95
adalah frekuensi yang memberikan kualitas komunikasi paling konsisten dan oleh
karenanya paling baik digunakan.
Untuk propagasi yang menggunakan lapisan F2, frekuensi kerja optimum adalah
sekitar 85 % dari MUF, sedangkan propagasi melalui lapisan E akan tetap
konsisten/bekerja dengan baik, bila frekuensi yang digunakan adalah sekitar MUF.
Karena redaman ionosfir terhadap gelombang radio adalah berbanding terbalik dengan
frekuensinya, maka menggunakan MUF berarti menghasilkan kuat medan yang
maksimum. Karena adanya variasi frekuensi kritis, maka dibuatlah data-data dan tabel
frekuensi yang berisi perkiraan-perkiraan MUF untuk tiap-tiap jam dan hari dari tiaptiap
daerah. Informasi-inform asi ini dibuat berdasarkan data yang didapatkan secara
eksperimental dari stasiun-stasiun yang tersebar di penjuru dunia.
6.3.4 Fading dan Distorsi
Fading terjadi karena adanya fenomena lebih dari satu lintasan, dan bahkan
banyak/ganda lintasan (multipath fenomena). Fading bisa terjadi di sembarang tempat,
dimana kedua sinyal gelombang tanah dan gelombang ionosfir/langit diterima. Kedua
gelombang tersebut mungkin tiba dengan fasa yang berbeda, sehingga menyebabkan
efek saling menghilangkan. Fading jenis ini dijumpai dalam komunikasi jarak jauh yang
melewati daerah berair dimana propagasi gelombang bisa mencapai tempat yang jauh.
Di tempat/daerah di luar jangkauan gelombang tanah, yaitu daerah yang hanya bisa
dijangkau oleh gelombang langit, fading bisa terjadi karena adanya dua gelombang
langit yang merambat dengan jarak yang berbeda. Keadaan ini bisa disebabkan oleh
karena sebagian gelombang yang terpancar dibiaskan kembali ke bumi oleh lapisan E,
sedangkan sebagian yang lain dibiaskan dan dikembalikan oleh lapisan F. Efek saling
menghilangkan bisa terjadi bila kedua gelombang tiba di antena penerima dengan beda
fasa 180 derajat dan mempunyai amplitudo sama. Biasanya salah satu sinyal lebih
lemah dari yang lain dan karena itu masih ada sinyal yang bisa diterima.
Karena ionosfir menyebabkan efek-efek yang sedikit berbeda pada frekuensifrekuensi
yang berlainan, maka sinyal yang berlainan akan mengalami distorsi fasa.
SSB (single side band) paling sedikit mengalami distorsi fasa ini, sedangkan FM
(frequency modulation) sangat terganggu oleh distorsi ini, karena itu FM jarang
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 96
digunakan pada frekuensi di bawah 30 MHz (dimana propagasinya adalah dengan
gelombang ionosfir/langit). Semakin besar bandwidth-nya, semakin besar masalah yang
timbul karena distorsi fasa ini.
Badai ionosfir sering menyababkan komunikasi radio menjadi tidak menentu.
Beberapa frekuensi akan benar-benar hilang, sedangkan yang lain mungkin akan
menjadi lebih kuat. Kadang-kadang badai ini terjadi beberapa menit dan ada kalanya
beberapa jam, dan bahkan beberapa hari.
Untuk mengurangi masalah fading ini, digunakan beberapa bentuk penganaeka -
ragaman penerimaan atau diversity reception. Diversiti adalah suatu proses
memancarkan dan atau menerima sejumlah gelombang pada saat yang bersamaan dan
kemudian menambah/menjumlahkan semuanya di penerima atau memilih salah satu
yang terbaik. Beberapa jenis diversiti adalah sebagai berikut :
(1) Diversiti ruang (space diversity) yaitu memasang/menggunakan dua atau lebih
antena dengan jarak tertentu. Sinyal yang terbaik yang akan diterima, akhirnya
dipilih untuk kemudiandiolah di penerima.
(2) Diversiti frekuensi (frequency diversity), yaitu mentransmisikan sinyal informasi
yang sama meng-gunakan dua buah frekuensi yang sedikit berbeda. Frekuensi yang
berbeda mengalami fading yang berbeda pula sekalipun dipancarkan/diterima
dengan antena yang sama. Kemudian penerima memilih mana yang terbaik.
(3) Diversiti sudut (angle diversity), yaitu mentransmisikan sinyal dengan dua atau lebih
sudut yang berbeda sedikit. Hal ini akan menghasilkan dua atau lebih lintasan yang
memiliki volume hamburan yang berbeda.
6.4 PROPAGASI TROPOSFIR (TROPOSPHERE SCATTER)
Propagasi troposfir bisa dianggap sebagai kasus dari propagasi gelombang
langit. Gelombang tidak ditujukan ke ionosfir, tetapi ditujukan ke troposfir. Batas
troposfir hanya sekitar 6,5 mil atau 11 km dari permukaan bumi. Frekuensi yang bisa
digunakan adalah sekitar 35 MHz sampai dengan 10 GHz dengan jarak jangkau
mencapai 400 km.
Proses penghaburan (scattering) oleh lapisan troposfir, dilukiskan seperti
Gambar 6-8. Seperti ditunjukkan oleh gambar tersebut, dua antena pengarah diarahkan
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 97
sedemikian rupa sehingga tembakan keduanya bertemu di troposfir. Sebagian besar
energinya merambat lurus ke ruang angkasa. Namun demikian, dengan proses yang sulit
dimengerti, sebagian energinya juga dihamburkan ke arah depan. Seperti juga
ditunjukkan dalam gambar tersebut, sebagian energi juga dihamburkan ke arah depan
yang tidak dikehendaki.
Gambar 6-8: Ilustrasi propagasi troposfir (troposcatter)
Frekuensi yang terbaik dan paling banyak digunakan adalah sekitar 0.9,2 dan 5
GHz. Namun demikian, besarnya gelombang yang diterima hanyalah seper seribu
hingga seper satu juta dari daya yang dipancarkan. Disini jelas diperlukan daya
pemancar yang sangat besar, dan penerima yang sangat peka.
Selain itu, proses hamburan mengalami dua macam fading. Yang pertama, fading yang
disebabkan oleh transmisi dengan banyak lintasan (multipath fading ) yang bisa timbul
beberapa kali dalam 1 menit. Yang kedua, fading yang disebabkan oleh perubahan
atmosfir, tetapi lebih lambat dari yang pertama, yang mengakibatkan perubahan
level/kuat gelombang yang diterima.
Meskipun sistem propagasi radio dengan menggunakan hamburan lapisan ini
memerlukan daya yang sangat besar dan perlunya diversiti, penggunaan siste m ini telah
tumbuh pesat sejak pemakaian pertamanya tahun 1955. Karena sistem ini memberikan
jarak jangkau jauh yang handal di daerah-daerah seperti padang pasir dan daerah-daerah
seperti padang pasir dan daerah pegunungan dan antar pulau. Jaringan ini digunakan
untuk komunikasi suara dan data dalam militer dan komersial.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 98
6.5 PROPAGASI GARIS PANDANG (LINE OF SIGHT)
Sesuai dengan namanya, propagasi secara garis pandang yang lebih dikenal
dengan line of sight propagation , mempunyai keterbatasan pada jarak pandang. Dengan
demikian, ketinggian antena dan kelengkungan permukaan bumi merupakan faktor
pembatas yang utama dari propagasi ini. Jarak jangkauannya sangat terbatas, kira-kira
30 – 50 mil per link, tergantung topologi daripada permukaan buminya. Dalam praktek,
jarak jangkaunya sebenarnya adalah 4/3 dari line of sight (untuk K = 4/3), karena
adanya faktor pembiasan oleh atmosfir bumi bagian bawah.
Propagasi line of sight, disebut dengan propagasi dengan gelombang langsung
(direct wave), karena gelombang yang terpancar dari antena pemancar langsung
berpropagasi menuju antena penerima dan tidak merambat di atas permukaan tanah.
Oleh karena itu, permukaan bumi/tanah tidak meresamnya. Selain itu, gelombang jenis
ini disebut juga dengan gelombang ruang (space wave), karena dapat menembus lapisan
ionosfir dan berpropagasi di ruang angkasa.
Propagasi jenis ini garis pandang merupakan andalan sistem telekomunikasi
masa kini dan yang akan datang, karena dapat menyediakan kanal informasi yang lebih
besar dan keandalan yang lebih tinggi, dan tidak dipengaruhi oleh fenomena perubahan
alam, seperti pada propagasi gelombang langit pada umumnya.
Band frekuensi yang digunakan pada jenis propagasi ini sangat lebar, yaitu
meliputi band VHF (30 – 300 MHz), UHF (0,3 – 3 GHz), SHF (3 – 30 GHz) dan EHF
(30 – 300 GHz), yang sering dikenal dengan band gelombang mikro (microwave).
Aplikasi untuk pelayanan komunikasi, antara lain : untuk siaran radio FM,
sistem penyiaran televisi (TV), komunikasi bergerak, radar, komunikasi satelit, dan
penelitian ruang angkasa.
6.5.1 Faktor K dan Profil Lintasan
Pengalaman menunjukkan bahwa lintasan propagasi berkas gelombang radio
selalu mengalami pembiasan/pembengkokan (curved ) karena pengaruh refraksi
(pembiasan) oleh atmosfir yang paling bawah. Keadaan ini, tergantung pada kondisi
atmosfir pada suatu daerah, yang pada akhirnya bisa diketahui indeks refraksi atmosfir
di daerah itu. Karena adanya indeks refraksi yang berbeda-beda ini, maka bisa
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 99
diperkirakan kelengkungan lintasan propagasi di atas permukaan bumi. Akibatnya,
kalau dipandang bahwa propagasi gelombang langsung merupakan line of sight, maka
radius bumi seakan-akan berbeda dengan radius bumi sesungguhnya (actual earth
radius). Sebagai gantinya, dalam penggambaran radius bumi dibuat radius ekuivalen
(equivalent earth radius), dengan tujuan sekali lagi agar lintasan propagasi gelombang
radio dapat digambarkan secara lurus.
Parameter yang menyatakan perbandingan antara radius bumi ekuivalen
(equivalent earth radius) dengan bumi sesungguhnya (actual earth radius), disebut
dengan faktor kelengkungan ; faktor K.
Dinyatakan :
a
a K = e . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.1)
Dimana :
ae = radius bumi ekuivalen (equivalent earth radius) , dan
a = radius bumi sesungguhnya (actual earth radius).
Pada kondisi atmosfir normal, dalam perhitungan radius bumi ekuivalen
biasanya digunakan K = 4/3. Bila kita menggunakan K = 4/3 dan dengan mengalikan
radius bumi yang sesungguhnya dengan harga K tersebut, maka pada waktu memetakan
lintasan propagasi gelombang, kita dapat memodifikasi kurvatur bumi sedemikian rupa ,
sehingga lintasan radio dapat digambarkan secara garis lurus (straight line). Gambar 6-9
menunjukkan hasil modifikasi kurvatur bumi untuk radius bumi ekuivalen untuk harga
K = 4/3, yang disebut dengan Profile Lintasan atau Path Profile K = 4/3.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 100
6.5.2 Daerah Fresnel Pertama
Daerah Fresnel pertama merupakan hal yang patut diperhatikan dalam
perencanaan lintasan gelombang radio line of sight. Daerah ini sebisa mungkin harus
bebas dari halangan pandangan (free of sight obstruction), karena bila tidak, akan
menambah redaman lintasan.
Untuk memahami daerah Fresnel pertama, marilah diikuti keterangan berikut
ini. Gambar 6-10 menunjukkan 2 (dua) bekas lintasan propagasi gelombang radio dari
pemancar (T x) ke penerima (Rx), yaitu berkas lintasan langsung (direct ray) dan berkas
lintasan pantulan (reflected ray), yang mempunyai radius F1 dari garis lintasan
langsung. Jika berkas lintasan pantulan mempunyai panjang setengah kali lebih panjang
dari berkas lintasan langsung, dan dianggap bumi merupakan pemantul ya ng sempurna
(koefisien pantul = -1, artinya gelombang datang dan gelombang pantul berbeda fasa
180 derajat), maka pada saat tiba di penerima akan mempunyai fasa yang sama dengan
1000 4000
900 3600
800 3200
700 2800
600 2400
500 2000
400 1600
300 1200
200 800
100 400
0 0
A B
Height (m)
PATH PROFILE K = 4/3
0 Distance (Km)
0
0
20
10
5
40
20
10
60
30
15
80
40
20
100
50
25
120
60
30
140
70
35
160
80
40
180
90
45
200
100
50
220
110
55 240
120
60
A
BC
50
250
225
200
175
150
125
100
75
25
0
C
Gambar 6-9: Kurvatur bumi dari radius bumi ekuivalen untuk
harga K = 4/3
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 101
gelombang langsung. Akibatnya akan terjadi intensitas kedua gelombang pada saa t
mencapai antena penerima akan saling menguatkan.
Gambar 6-10: Daerah Fresnel pertama di sekitar lintasan langsung
Berdasarkan Gambar 6-10 dan keterangan di atas, F1 disebut sebagai radius
daerah Fresnel pertama , yang dirumuskan dengan:
( 1 2 )
1 2
1 17,3
f d d
d d
F
+
= (meter) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.2)
dimana : F1 = radius daerah Fresnel pertama (m)
f = frekuensi kerja (GHz)
d1 = jarak antara Tx dengan halangan (km)
d2 = jarak antara Rx dengan halangan (km)
d = d1+ d 2 = jarak antara Tx dan Rx (km)
Untuk daerah Fresnel pertama di tengah lintasan d = d1+ d2, dan d1 = d2 =1/2 d,
sehingga:
f
d
F1 = 8,67 (meter) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.3)
Di daerah yang dekat dengan antena, misal d1 dar i antena :
f
d
F 1
1 = 17,3 (meter) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.4)
Berkas langsung
Penerima
(Rx )
Berkas
pantulan
F1
d1 d2
Pemancar
(Tx)
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 102
Gambar 6-11: Pemetaan daerah-daerah Fresnel
Sedangkan untuk radius daerah Fresnel kedua , daerah Fresnel ketiga, dan
seterusnya seperti diilustrasikan pada Gambar 6-11, dinyatakan dengan rumusan
berikut:
( )
( 1 2)
17,3 1 2
f d d
n d d
Fn +
= (meter) . . . . . . . . . . . . . . (6.5)
n = 1,2,3, … . Atau secara singkat dinyatakan:
Fn = nF1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (6.6)
dimana F1 = radius daerah Fresnel pertama (m)
Merancang ketinggian antena
Diketahui profil lintasan (path profile) seperti pada Gambar 6-12. Jarak antara Tx (pada
titik A) dan Rx (pada titik B) adalah 50 Km. Pada jarak 20 Km dari A, terdapat bukit
dengan ketinggian tertentu. Rancanglah ketinggian antena pada Tx dan Rx, agar lintasan
tersebut bisa digunakan untuk mentransmisikan gelombang pada frekuensi 3 GHz
secara line of sight.
Daerah Fresnel pertama
Daerah Fresnel kedua
Muka gelombang
Contoh 6-1:
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 103
Penyelesaian: Evaluasi dari profil lintasan pada Gambar 6-12, menunjukkan bahwa
halangan pandangan atau (sight obstruction) harus kita antisipasi adalah bukit yang
berjarak 20 Km dari A atau 30 Km dari B. Perlu dicari radius Fresnel pertama dari
persamaan berikut :
d1 = 20 Km, d2 = 50 – 20 = 30 Km.
(20 30)
20 30
3
17,3 1 1 +
F = x
F1 » 34,5 m
Harga F1 ini merupakan daerah Fresnel pertama ini dipetakan di atas bukit tersebut.
Setelah garis line of sight geometris di atas F1 dibuat, maka ketinggian antena di titik A
dan B dapat ditentukan (Gambar 6.13). Dari profil lintasan tersebut, ketinggian antena
di titik A: hA = ± 75 m, dan di titik B: hB = ± 90 m.
1000 4000
900 3600
800 3200
700 2800
600 2400
500 2000
400 1600
300 1200
200 800
100 400
0 0
A B
Height (m)
PATH PROFILE K = 4/3
0 Distance (Km)
0
0
20
10
5
40
20
10
60
30
15
80
40
20
100
50
25
120
60
30
140
70
35
160
80
40
180
90
45
200
100
50
220
110
55 240
120
60
A
B
C
50
250
225
200
175
150
125
100
75
25
0
C
Gambar 6-12: Profil lintasan untuk contoh 6-1
30 Km
A
B
50 Km
20 Km
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 104
6.6 PERANCANGAN DAN PERENCANAAN LINK RADIO GARIS PANDANG
Pada umumnya, dimaksud dengan sistem radio link line of sight (LOS) adalah
hubungan telekomunikasi (jarak jauh) pita-lebar (broadband ) yang menggu-nakan
perangkat radio pada frekwensi gelombang mikro (microwave). Aplikasi secara umum,
hubungan radio LOS ini merupakan subsistem dari jaringan telekomunikasi, berupa
jaringan terrestrial di daratan. Jaringan tersebut akan membawa salah satu ataupun
gabungan dari kanal-kanal telepon, data , telegraph/teleks , faksimil, video, telemetri atau
kanal-kanal program lainnya. Gelombang yang ditransmisikan selain dalam bentuk
gelombang analog FM, juga dalam bentuk digital.
Pada waktu kita akan merencanakan suatu sistem jaringan radio LOS, hasil-hasil
perhitungan di atas kertas biasanya disusun dalam sebuah tabel yang kita sebut sebagai
1000 4000
900 3600
800 3200
700 2800
600 2400
500 2000
400 1600
300 1200
200 800
100 400
0 0
A B
Height (m)
PATH PROFILE K = 4/3
0 Distance (Km)
00
20
10
5
40
20
10
60
30
15
80
40
20
100
50
25
120
60
30
140
70
35
160
80
40
180
90
45
200
100
50
220
110
55 240
120
60
A
B
C
50
250
225
200
175
150
125
100
75
25
0
C
Gambar 6-13: Hasil penyelesian untuk contoh 6-1
30 Km
A
B
50 Km
20 Km
hA
hB
F1
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 105
Tabel Perhitungan Lintasan (Path Calculation Table). Ada 4 langkah proses dalam
merencanakan suatu radio link LOS, yaitu :
§ Rencana awal dan penentuan/pemilihan lokasi.
§ Menggambar profil lintasan (path profile).
§ Survey lapangan.
§ Analisa lintasan (path ).
Langkah yang satu, saling terkait dengan langkah-langkah yang lain. Dalam praktek,
bisa saja diadakan pergeseran/perubahan lokasi jika dipandang perlu, karena lintasan
radio link tersebut kurang layak disebabkan karena medan, faktor kualitas, dan atau
faktor ekonomis kurang menguntungkan.
6.6.1 Rencana Awal dan Pemilihan Lokasi
Suatu rute gelombang mikro LOS terdiri dari stasiun pemancar dan stasiun
penerima dan atau beberapa/stasiun pengulang (repeater), yang bisa membawa
informasi dalam bentuk gelombang analog maupun digital. Seorang perencana pasti
akan mencari tahu untuk memastikan, apakah subsistem LOS ini adalah sistem yang
terisolasi, seperti misalnya : sistem gelombang mikro pribadi, jaringan dari studio ke
pemancar, atau perluasan jaringan TV-Kabel (CATV). Ataukah merupakan bagian dari
jaringan telekomunikasi yang lebih besar, dimana jaringan LOS ini merupakan tulangpunggung
dari sistem tersebut. Untuk itu harus diperhatikan hal-hal dibawah ini.
A. Persyaratan Dasar
Marilah kita anggap bahwa akan direncanakan suatu subsistem gelombang
mikro LOS untuk jaringan telekomunikasi. Kriteria perencanaan akan didasarkan pada
rencana/spesifikasi arus transmisi sesuai dengan aturan badan telekomunikasi dunia.
Untuk militer, standart yang benar adalah versi MIL-STD-188. Untuk sistem tranmisi
video dan kanal program yang lain, mengikut EIA-250 dan rekomendasi CCIR.
Suatu rencana transmisi, paling tidak akan menyatakan kualitas sinyal sebagai
berikut :
§ Untuk sinyal analog : Akumulasi noise dalam kanal suara untuk FDM. S/N
untuk program video dan program lain (misalnya : recomendasi CCIR no.567.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 106
Pada jaringan referensi hipotetis merekomendasi S/N :57 dB untuk lebih 20 %
per bulan dan 45 dB untuk lebih dari 0,1 % per bulan).
§ Untuk sinyal digital: Bit error rate (BER), misalnya dalam rekomendasi CCIR
no.G.821 untuk ISDN.BER < 1x10-6 harus kurang dari 10 % per menit. BER >
1 x 10-6 harus lebih dari 90 % per menit.
Umur suatu sistem transmisi biasanya sekitar 15 tahun, walaupun beberapa
sistem masih bisa bekerja di atas waktu tersebut. Perencanaan sistem harus
mempertimbangkan perkembangan 15 tahun yang akan datang, dengan rencana 5
tahunan untuk perbaikan dan penggantian. Perencanaan yang demikian memang akan
memakan beaya awal yang relatif lebih besar, tetapi sebenarnya secara ekonomis akan
menghemat, karena umur sistem menjadi lebih panjang. Hal yang tidak boleh dilupakan
dalam perancangan yang menyangkut perkembangan di masa yang akan datang adalah
masalah kompalibilitas (kesesuaian) dengan perangkat yang sudah ada, yang pada
akhirnya juga akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
B. Tabel Perencanaan Lintasan
Untuk memudahkan perancangan link radio dan menentukan kinerja sistem,
diperlukan Tabel Perhitungan Lintasan (Path Calculation). Salah satu contoh tentang
tabel tersebut, dapat dilihat pada Tabel 6-1.
Selain itu, juga dibutuhkan peta tropografi yang akurat untuk layout rute dan
pemilihan lokasi. Dianjurkan untuk menggunakan peta skala kecil, misalnya 1 : 200.000
untuk pemilihan rute kasar, 1: 50.000 untuk perencanaan dan skala 1 : 250.000
diperlukan juga sebagai bahan pelengkap. Kertas profil lintasan (seperti Gambar 6-9)
dan beberapa peralatan ATK seperti mistar segitiga, paku payung, mesin hitung
(calculator), dan mistar geser.
Untuk perancangan/perencanaan jaringan, maka lokasi dari stasiun-stasiun yang
termasuk dalam jaringan (link), juga stasiun pengulang, lokasi dan target. Dan yang
harus diperhatikan adalah bagaimana mengurangi jumlah stasiun pengulang sekecil
mungkin. Karena disamping secara ekonomis merupakan pemborosan, penambahan
satu stasiun pengulang berarti menambah noise pada sistem. Untuk sistem digital, setiap
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 107
stasiun pengulang akan menambah jitter pada sinyal dan memperbesar kemungkinan
kesalahan.
C. Survei Lapangan
Survei lapangan diperlukan untuk mengevaluasi gambar profil lintasan yang
telah dibuat untuk diuji bagaimana bila seandainya diterapkan di lapangan. Untuk itu,
beberapa hal yang diperlukan dan dipertimbangkan untuk survei lapangan :
§ Letak lokasi stasiun pemancar, stasiun-stasiun pengulang (bila ada) dan stasiun
penerima secara lebih tepat, termasuk bangunan, dan menara antenna (antenna
tower)-nya. Penjelasan mengenai lokasi juga mencakup jenis tanah, struktur,
syarat pelaksanaan, dan sebagainya.
§ Survey tentang EMI (Electromagnetic Interference). Survei ini, untuk
mendapatkan data tentang gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh
stasiun-stasiun lain di sekitar lokasi. Bila ada diukur EMI-nya, tentang EIRP,
kuat medannya, bandwidth, dan emisi spuriousnya. Sehingga nantinya dpat
dipastikan, bahwa stasiun baru yang dibangun nanti tidak akan mengganggu
stasiun yang sudah ada.
§ Kesediaan sumber (catu) daya dekat dengan lokasi juga perlu dipertimbangkan.
Sehingga nanti bisa dipastikan, apakah catu daya menggunakan PLN, genset,
atau baterai dan sebagainya. Juga beberapa watt/kilowatt daya yang dibutuhkan.
Pengetahuan tentang data geografi dan seismografi, untuk mengetahui tentang
musim dan cuaca di sekitar lokasi.
§ Peraturan daerah juga harus diperhatikan. Misalnya bila lokasi stasiun yang
akan dibangun berada dekat bandara, sehingga ketinggian antena dan jarak
antar stasiun harus dipertimbangkan.
§ Pelaksanaan lapangan. Perlu dipertimbangkan dan diusahakan juga ada jalan
untuk menuju lokasi. Sehingga memudahkan pembangunan serta
operasional/perawatan di kemudian hari. Untuk itu diperlukan data; apakah
sudah ada jalan (beraspal, masih jalan tanah, dan sebagainya) atau bila belum
ada mungkin membangun jalan baru, dan sebagainya.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 108
Tabel 6-1: Contoh Tabel Perhitugnan Lintasan
DIGITAL LOS RADIO LINK: PATH CALCULATION
Station A Station B
A. Link Discription
(1) Link numbers
(2) Equipment type
(3) Station names
(4) Frequency, (GHz) Sta.A: Sta.B: Band centre:
(5) Polarization
(6) Channel Capasity, Mbit/s
(7) Equipment modulation type
(8) Ordinance Survey map reference
(9) Site Evaluation, m
(10) Latitude/Longitude (deg,min,s)
(11) Path lengh, km
(12) Antenna height, m
(13) Divertisty antenna height, m
B. Losses
(14) Free space loss Lu (dB)
(15) Feeder type A ; B
(16) Feeder length, m A m; B
(17) Feeder loss, dB
(18) Braching loss, dB
(19) Adaptor and connector losses, dB
(20) Attenuation or obstraction loss, dB
(21) Atmospheric absorption loss, dB
(22) Sum of the losses + + = dB
C. Gains
(23) Antenna gain over isotropic, dB
(24) Transmitter power (Pt) ,dBm
(25) Sums of the gains + + = dB
(26) Total losses L t (22) -(25)-Pt
(27) Receiver input level, dBm (26)+Pt dBm
(28) Receiver threshold level Rxa, dBm dBm (Std)
(29) Receiver threshold level RXb, dBm dBm (Std)
(30) Flat fade margin FM a, dB (27)-(28) dB
(31) Flat fade margin FM b, dB (27)-(29) dB
(32) Multipath fading probability Po
(33) Probability of reaching Rxa Pa
(34) Probability of reaching Rxb Pb
(35) Probability of exceeding BER of 10-3
(36) Probability of exceeding BER of 10-6
(37) Link availability, percent
(38) Space divertity improvement factor Ip s
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 109
Kemudian hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membangun stasiun-stasiun pengulang
diperlukan syarat-syarat teknis sebagai berikut.
(1) Lokasi antara stasiun pengulang satu dengan stasiun pengulang berikutnya
sedapat mungkin diusahakan tidak sama ketinggiannya. Tujuannya adalah
gelombang tidak sama ketinggiannya .tujuannya adalah agar gelombang tidak
dapat dibelokkan oleh perubahan lapisan udara yang disebabkan cuaca.
(2) Lokasi stasiun pengulang diusahakan berada pada tempat yang tinggi. Bila
tidak ada lempatyang demikian, maka dipakai menara yang tinggi dengan
tujuan untuk mendapatkan keadaan LOS.
(3) Jalur-jalur stasiun yang membangun tidak merupakan garis lurus/ diusahakan
zig-zag, agar tidak terjadi interferensi.
(4) Sedapat mungkin diusahakan jalur transmisi tidak melewati daerah-daerah
yang reflektif seperti danau, laut, daerah berawa. Untuk permukaan reflektif
dimana memiliki koefisien refleksi mendekati 1 (satu) sehingga akan
terpantul hampir de ngan sempurna. Hal ini akan mengakibatkan gelombang
terpantul akan melemahkan gelombang aslinya.
(5) Tidak berada pada jalur gelombang lain.
D. Analisa Lintasan
Analisa lintasan diperlukan, agar perencana dapat mengetahui parameter -
parameter perencana yang dibutuhkan, sehingga bisa mengetahui konfigurasi terminalterminal
pada stasiun pemancar dan penerima, juga pada stasiun pengulang, yang pada
akhirnya bisa mengetahui spesifikasi peralatan yang dibutuhkan. Pada pembahasan di
nanti, akan diberikan contoh analisa lintasan pada sistem radio link digital. Semua data
yang diisikan pada Tabe l Perencanaan Lintasan, merupakan asumsi dengan
pendektanan pada sistem yang nyata di lapangan. Sebagai contoh dari perencanaan
sederhana sistem radio link LOS akan diberikan pada bagian berikutnya.
Perancangan dan Perencanaan Link Radio LOS
Model sederhana dari sistem radio link LOS yang akan dirancang seperti Gambar 6-14,
dengan data-data sebagai berikut:
Contoh 6 -2:
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 110
§ Stasiun pemancar A (Surabaya) terletak pada 113oBT,25’06”/ 20oLS,34’33”
dan stasiun penerima B (Gresik) pada 114oBT,22’08”/ 20oLS,44’15”, dengan
ketinggian dari permukaan laut masing-masing 122 meter dan 155 meter.
§ Jarak antara stasiun pemancar A dan stasiun penerima B 30,26 Km, sehingga
tidak diperlukan pengulang (repeater).
§ Frekuensi yang digunakan 12,5 GHz – 13,5 GHz, dengan frekuensi tengah 13
GHz, dengan polarisasi yang digunakan adalah horizontal.
Gambar 6-14: Model sistem radio link line of sight (LOS)
§ Kapasitas yang direncanakan 34 Mbit/s, dan modulasi yang digunakan adalah
QPSK.
§ Ketinggian antena pada stasiun A 40 meter dan stasiun B 44 meter, keduanya
menggunakan jenis antena parabola yang sama dengan gain 44 dBi.
§ Saluran pencatu yang digunakan circular waveguide (Andreas-WC109).
Penyelesaian: Sebelum kita merencanakan parameter -parameter link radio digital,
maka harus tersedia Table Perhitungan Lintasan (Path Calculations), seperti Tabel 6-1.
Setelah itu, kita mencoba untuk mengisinya dengan langkah-langkah di bawah ini, dan
hasilnya dimasukkan pada Tabel 6-2.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 111
A. Link Discription
Pada bagian ini memberikan gambaran tentang data-data umum sekitar stasiun
pemancar dan penerima dan keadaan link yang akan digunakan.
(1) Link numbers. Jumlah hop dalam perencanaan sistem jaringan radio. Biasanya
setiap hop jaraknya antara 25 – 60 km. Bila terdapt 1 (satu) pemancar dan penerima
saja (tanpa adanya repeater), maka dikatakan hanya terdaspat 1 (satu) link.
(2) Equipment type. Perangkat yang digunakan; merk, tipe dan seterusnya. Dimisalkan,
semua peralatan baik pemancar maupun penerima mengguna-kan merk NEC tipe
TRP-13GD34MB-500A, maka keterangan ini dapat diisikan pada kolom (2).
(3) Station names. Nama dan tempat stasiun pemancar dan stasiun penerima.
Dimisalkan stasiun A : STA di Surabaya dan stasiun B : STB di Gresik, data ini
dapat dimasukkan pada kolom ini.
(4) Frequencies. Frekuensi kerja sistem. Dimisalkan frekuensi kerja yang digunakan
12,5 GHz – 13,5 GHz, dengan frekuensi tengah 13 GHz, dimasukkan pada table ini.
(5) Polarizatio n. Bentuk polarisasi gelombang yang dipakai untuk propagasi.
Dimisalkan polarisasi yang digunakan adalah horizontal, maka dapat dimasukkan
pada kolom ini.
(6) Channel capacity. Kapasitas kanal dalam Kbit/s atau Mbit/s. Dimisalkan kapasitas
yang direncanakan 34 Mbit/s, maka hal ini data dimasukkan pada kolom ini.
(7) Radio equipment modulation type. Bentuk modulasi yang digunakan. Dimisalkan
modulasi yang digunakan adalah QPSK, maka data ini dapat dimasukkan pada
kolom ini.
(8) Ordinance Survey map reference or National Grid reference. Peta referensi dari
instansi berwenang.
(9) Site Evaluation. Evaluasi ketinggian tempat terhadap level permukaan laut (above
mean sea level = amsl) pada masing-masing stasiun. Salah satu cara dengan
menggunakan peta topografi. Misalnya stasiun A mempunyai ketinggian 122 meter
dan B 155 meter, maka dapat dimasukkan pada kolom (9).
(10) Latitude/longitude. Letak lokasi masing-masing stasiun dalam lintang dan bujur.
Dimisalkan stasiun A terletak 113oBT,25’06”/20oLS,34’33” dan stasiun B terlatak
114oBT,22’08”/20oLS,44’15”, maka dapat dimasukkan pada kolom ini.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 112
(11) Path length . Jarak antara stasiun (km). Dimisalkan berdasarkan pada profile
lintasan panjang lintasan antara stasiun A dan stasiun B 30,26 km, maka dapat
dimasukkan pada kolom ini.
(12) Antenna height. Ketinggian antena pada sisi pemancar dan penerima terhadap
permukaan tanah pada masing-masing stasiun. Berdasarkan profile lintasan,
dimisalkan tinggi antenna pada stasiun A 40 meter dan stasiun B 44 meter, maka
dapat dimasukkan pada kolom ini.
(13) Diversi ty antenna height. Jika menggunakan diversiti ruang (space diversity ),
ketinggian diversiti antena terhadap permukaan tanah harus diperhatikan.
B. Losses
Bagian ini memberikan rincian tentang jumlah redaman (losses) yang mungkin timbul
pada link radio, yang pada akhirnya menentukan “flat fade margin”.
(14) Free space path loss A0. Redaman ini umum dialami setiap gelombang yang
merambat yang berpropagasi di ruang, yang dinyatakan dengan:
A0 = 92,5 + 20log f (GHz) + 20logd(km) dB.
Dari data di atas f = 13 GHz dan d = 30,26 km, sehingga dengan rumus di atas
diperoleh A0 = 144,31 dB dan dimasukkan pada kolom ini.
(15) Feeder type. Saluran pencatu yang digunakan. Biasanya berupa kabel koaksial atau
waveguide. Untuk sistem di atas 1 GHz, waveguide lebih efektif dari kabel
koaksial. Dimisalkan pada sisi pemancar A dan B menggunakan circular
waveguide (Andreas-WC109), maka data ini dimasukkan pada kolom ini.
(16) Feeder length . Panjang saluran pencatu yang digunakan. Biasanya 1,5 kali dari
ketinggian ante na. Atau biasa menggunakan tinggi antena ditambah sekitar 10
sampai 25 meter, tergantung dari perkiraan letak menara antena terhadap peralatan
pemancar dan penerima. Dimisalkan panjang saluran untuk pemancar (40 x 1,5) m
= 60 m dan penerima (4,4 x 1,5) m = 66 m, dimasukkan pada kolom ini.
(17) Feeder loss. Redaman total saluran pencatu yang digunakan (Hal ini berhubungan
dengan langkah (15) dan (16). Dimisalkan dari data pabrik diperoleh informasi
untuk WC 109 redaman 0,4 dB/100 m + 0,3 dB untuk transisi ke peralatan, maka
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 113
redaman pencatu pada system pemancar = (60x4,5/100)+0,3 = 3 dB, dan pada
system penerima = (66x4,5/100)+0,3 = 3,3 dB dan dimasukkan pada kolom ini.
(18) Branching loss. Redaman yang diperkirakan dari filter RF (pemancar dan
penerima), circulator atau perangkat ekstra lainnya. Redaman ini dapat
diperkirakan antara 2 – 8 dB. Dari data NEC diterangkan rugi-rugi/ redaman
percabangan 4,4 dB untuk pemancar dan 4,9 dB untuk penerima dan dimasukkan
dalam kolom ini.
(19) Adaptor and connector losses. Redaman dari transisi penyambungan waveguide,
adaptor, konektor antar perangkat waveguide. Diperkirakan antara 0,2 – 1,0 dB.
Dimisalkan redaman karena hal ini pada sisi pemancar dan penerima masingmasing
0,5 dB, dapat dimasukkan dalam kolom ini.
(20) Attenuator atau obstraction loss. Redaman yang diseba bkan oleh adanya difraksi
atau halangan pada link radio. Jika link radio pada daerah Fresnel pertama bebas
dari halangan maka nilai redaman adalah nol.
(21) Atmospheric absorption loss. Redaman yang disebabkan oleh keadaaan atmosfir
setempat. Biasanya diperkira kan antara 0,5 sampai 1,0 dB. Dimisalka n redaman
karena situasi ini 0,6 dB dan dimasukkan dalam kolom ini.
(22) Sum of the losses. Jumlah redaman dari langkah-langkah (14), (17), (18), (19),
(20) dan (21). Setelah dijumlahkan, hasinya 161,51 dB.
C. Gains
Pada bagian ini diberikan gambaran tentnag sumber-sumber penguatan (gain ) yang
menjadi penentu utama bagi kualitas sistem yang direncanakan.
(23) Antenna gain . Gain antena direferensikan terhadap antena isotropis (dBi). Bila
gain ante na dinyatakan dengan dipole setengah panjang gelombang, maka
dikalikan dengan 1,64 atau ditambahkan dengan 2,15 dB. Dimisalkan kedua
stasiun menggunakan jenis ante na parabola yang sama dengan gain 44 dBi, maka
hal ini dimasukkan pada kolom ini.
(24) Transmitter power (Pt). Daya yang keluar dari pemancar sebelum masuk ke
saluran pencatu. Biasanya menggunakan tiga standart , yaitu:
1 W = 1.000 mW = 30 dBm
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 114
3 W = 3.000 mW = 33 dBm, dan
10 W = 10.000 mW = 40 dBm
Dalam perancangan link radio, biasanya menggunakan daya pancar tertentu
(misalnya 1 W) dan memilih harga-harga lain agar setelah diadakan perhitungan
mencapai standard “flat fade margin ” (30) dan (31). Dimisalkan daya yang keluar
dari pemancar 1 W = 30 dBm dan dimasukkan pada kolom ini.
(25) Sum of the gains. Jumlah penguatan (gain) langkah (23) dan (24). Dalam hal ini (
30 dBm + 44 dB + 44 dB ) = 118 dBm.
(26) Total loss A l. Merupakan perbandingan (rasio) antara jumlah redaman keseluruhan
dari langkah (22) dan penguatan ante na (tanpa Pt) langkah (23). Dalam hal ini (22)
– [(25)-(23)] = 161,51 – (118 – 30) = 73,51 dB.
(27) Receiver input level Pr (dBW or dBm). Merupakan level daya yang diterima pada
input penerima. Jumlah langkah (26) dan daya Pt dimasukkan dalam perhitungan.
Dalam hal ini langkah -(26) + (24) = -73,51 + 30 = -43,51 dBm.
(28)-(29) Receiver therhold level, Rxa, Rxb dBm. Rxa, Rxb merupakan harga praktis dari
level ambang (threshold level) yang ada hubungannya dengan BER 10-3 dan 10-6.
Harga ini harus diperhitungkan dalam perencanaan untuk menentukan kinerja link
radio digital. Berdasarkan CCIR rec.594 yang berhubungan dengan harga BER
10-3 dan 10-6 memutuskan bahwa Rxa dan Rxb di bawah level -79 dBm dan -76,9
dBm menghasilkan BER yang tidak dapat ditolerir (intolerable ).
(30)-(31) Flad fade margin (FMa and FMb). Fxa dan Fxb merupakan parame ter yang
berhubungan dengan level ambang Rxa dan Rxb terhadap level penerimaan pada
sistem penerima. Kedua harga ini bisa diterima bila harganya mencapai 30 dB
atau lebih.
FMa = Pr (27) – Rxa(28) dB untuk BER £ 10-3
FMb = Pr (27) – Rxb(29) dB untuk BER £ 10-6
Bila harga salah satu atau keduanya lebih kecil dari 30 dB, harus diadakan
perbaikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan:
(a) Mengganti antena dengan gain yang lebih tinggi.
(b) Mengganti saluran transmisi dengan redaman (losses ) yang lebih rendah.
(c) Meningkatkan/mempertinggi daya pancar.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 115
(d) Menggunakan teknik diversiti.
Dari contoh di atas diperoleh:
FMa = (27) – (28) = -43,51 – ( -79) = 35,49 dB, dan
FMb = (27) – (29) = -43,51 – (76,9) = 33,39 dB.
(32) Multipath fading probability P0. Probabilitas dari multipath fading ini, dipengaruhi
oleh faktor lapangan (terrain factor). Secara umum dinyatakan dengan:
P0 = 1,4 x 10-8 f B d C
Dimana: f (GHz), d (km), B (GHz) dan C = terrain factor (0,25 – 4,0). Dari
contoh di atas, f = 13 GHz, B = 1 GHz dan C dimisalkan 3,5. Dari formulasi di
atas P0 = 27,27 x 10-3.
(33)-(34) Probability of reaching Rxa and Rxb yang dinyatakan dengan:
FM 10
a P = 10- a
FM 10
b P = 10- b
Dengan memasukkan harga FMa = 35,49 dB dan FMb = 33,39 dB dalam
formulasi di atas diperoleh:
Pa = 282,49 x 10-3 dan Pb = 458,14 x 10-3
(35) Probability BER of 10-3. Harga ini menyatakan:
Probabilitas untuk BER >10-3 = P 0. Pa = P0 . 10-FMa/10
Dengan memasukkan harga Pa = 282,49 x 10-3 dan FMa = 35,49 dB, diperoleh
harga 7,8363 x 10-6.
(36) Probability BER of 10-6. Harga ini menyatakan:
Probabilitas untuk BER >10-6 = P 0. Pb = P0 . 10-FMb/10
Dengan memasukkan harga Pb = 458,14 x 10-3 dan FMb = 33,39 dB, diperoleh harga
12,7 x 10-6.
(37) Link availability percent. Ketersediaan link yang diukur dalam waktu 10 detik.
Ketersediaan link = 100 (1 – P u), dimana: Pu = Po. Pa. P(10)
Dari perhitungan di atas Pu = (217,74)(282,49) P(10) = 4,9760 x 10-7.
Ketersediaan link = 100 (1 – 4,9760 x 10-7) %
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 116
Tabel 6-2: Hasil Perancangan dan Perencanaan Link Radio LOS (Contoh 6-2)
DIGITAL LOS RADIO LINK: PATH CALCULATION
Station A Station B
A. Link Discription
(1) Link numbers 1 (one)
(2) Equipment type NEC TRP-13GD34M-500A NEC TRP-13GD34M -500A
(3) Station names STA Surabaya STA Waru
(4) Frequency, (GHz) Sta.A: 12.5 – 13.5 GHz Sta.B: 12,5 – 13,5 GHz Band centre: 13 GHz
(5) Polarization Horizontal
(6) Channel Capasity, Mbit/s 34
(7) Equipment modulation type QPSK
(8) Ordinance Survey map reference
(9) Site Evaluation, m 122 155
(10) Latitude/Longitude (deg,min,s) 113oE 25’ 06”/ 20oS 34’ 33” 114oE 30’ 06”/ 20oS 44’ 27”
(11) Path lengh, km 39.26
(12) Antenna height, m 40 44
(13) Divertisty antenna height, m
B. Losses
(14) Free space loss Lu (dB) 144.31
(15) Feeder type A WC109 ; B WC109
(16) Feeder length, m A 60 m; B 66 m
(17) Feeder loss, dB 3.0 3.3
(18) Braching loss, dB 4.4 4.9
(19)Adaptor and connector losses, dB 0.5 0.5
(20)Attenuation or obstraction loss, dB 0
(21)Atmospheric absorption loss, dB 0.6
(22)Sum of the losses 7.9 + 144.91 + 8.7 = 161.51 dB
C. Gains
(23)Antenna gain over isotropic, dB 44 44
(24)Transmitter power (P t) ,dBm 30
(25)Sums of the gains 44 + 30 + 44 = 118 dBm
(26)Total losses Lt (22)-(25)-Pt 75.51
(27)Receiver input level, dBm (26)+Pt -43.51 dBm
(28)Receiver threshold level R xa, dBm -79 dBm (Std)
(29)Receiver threshold level Rxb, dBm -79.9 dBm (Std)
(30)Flat fade margin FMa, dB (27)-(28) 35.49 dB
(31)Flat fade margin FMb, dB (27)-(29) 33.39 dB
(32)Multipath fading probability P o 27.74 x 10-3
(33)Probability of reaching Rxa Pa 282.49 x 10-6
(34)Probability of reaching Rxb Pb 458.14 x 10-6
(35)Probability of exceeding BER of 10-3 7.8363 x 10-6
(36)Probability of exceeding BER of 10-6 12.7 x 10-6
(37)Link availability, percent 100 (1- 4.98 x 10-7)
(38)Space divertity improvement factor Ip s
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 117
(38) Space diversity improvement factor Ire. Jika diadakan faktor perbaikan dari
penerimaan dengan menggunakan diversiti ruang, maka faktor perbaikan-nya
dinyatakan dengan:
Ire = 7 10 [(a d) ln (1/ )]2 / f
r
´ 2+(FMa 10) r
Dimana: f (GHz), d(km), r =faktor korelasi (0 - 0,6), dan ar = gain relatif dari
diversiti antena.
SOAL-SOAL :
6.1 Jelaskan tentang definisi dari “propagasi”, “gelombang radio” dan “propagasi
gelombang radio” dalam sistem komunikasi.
6.2 Sebutkan macam-macam mekanisme propagasi gelombang radio, dan sebutkan
band-band frekuensi yang biasa digunakan.
6.3 Jelaskan mekenisme propagasi gelombang dengan menggunakan gelombang: (a)
propagasi gelombang tanah; (b) propagasi gelombang ionosfir ; (c) troposcatter; (d)
gelombang LOS.
6.4 Jelaskan tentang proses terjadinya fading dalam sistem penerima, dan jelaskan pula
untuk mengatasinya dengan menggunakan teknik diversiti.
6.5 Jelaskan langkah-langkah apa saja dalam merancang link radio line of sight.
Jelaskan secara lengkap jawaban anda !
6.6 Diketahui profil lintasan (path profile) seperti pada Gambar 6-15. Jarak antara Tx
(pada titik X) dan Rx (pada titik Y) adalah 40 Km. Di tengah X adan Y, terdapat bukit
dengan ketinggian tertentu. Rancanglah ketinggian antena pada Tx dan Rx, agar lintasan
tersebut bisa digunakan untuk mentransmisikan gelombang pada frekuensi 4 GHz
secara line of sight.
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 118
6.7 Rancanglah link radio line of sight, pada model seperti Gambar 6-16, jika diketahui
data-data sebagai berikut:
§ Stasiun pemancar A di atas Gedung A terletak pada 120oBT,43’14”/
25oLS,36’45” dan stasiun penerima di atas Gedung D pada 144oBT,52’23”/
27oLS,35’13”.
§ Jarak antara stasiun pemancar A dan stasiun penerima D 50 Km, di tangahnya
ada Gedung B dan Gedung C dan tida k diperlukan pengulang (repeater).
§ Frekuensi yang digunakan 17,5 GHz – 18,5 GHz, dengan frekuensi tengah 18
GHz, dengan polarisasi yang digunakan adalah horizontal.
§ Kapasitas yang direncanakan 34 Mbit/s, dan modulasi yang digunakan adalah
QPSK.
§ Pemancar dan penerima menggunakan jenis antena parabola yang sama dengan
gain 50 dBi.
1000 4000
900 3600
800 3200
700 2800
600 2400
500 2000
400 1600
300 1200
200 800
100 400
0 0
A B
Height (m)
PATH PROFILE K = 4/3
0 Distance (Km)
0
0
20
10
5
40
20
10
60
30
15
80
40
20
100
50
25
120
60
30
140
70
35
160
80
40
180
90
45
200
100
50
220
110
55 240
120
60
A
B
C
50
250
225
200
175
150
125
100
75
25
0
C
Gambar 6-15: Gambar untuk soal 6.6
X
Y
40 Km
Bab 6 : Propagasi Gelombang Radio 119
§ Saluran pencatu yang digunakan circular waveguide (Andreas-WC109).
1000 4000
900 3600
800 3200
700 2800
600 2400
500 2000
400 1600
300 1200
200 800
100 400
0 0
A B
Height (m)
PATH PROFILE K = 4/3
0 Distance (Km)
00
20
10
5
40
20
10
60
30
15
80
40
20
100
50
25
120
60
30
140
70
35
160
80
40
180
90
45
200
100
50
220
110
55 240
120
60
A
BC